get app
inews
Aa Text
Read Next : Guru Besar Fakultas Hukum UB Kritisi RUU KUHAP, Berpotensi Konflik Kepentingan.

Seminar Nasional Rancangan KUHAP, Kelemahan dan Solusi

Rabu, 12 Februari 2025 | 19:31 WIB
header img
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, menggelar Seminar Nasional dengan tema Rancangan KUHAP dalam Perspektif Keadilan Proses Pidana, Menggali Kelemahan dan Solusi di Auditorium Gedung A Lantai 6, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Rabu (12/02/2025).

MALANG, iNewsMalang.id - Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, menggelar Seminar Nasional dengan tema Rancangan KUHAP dalam Perspektif Keadilan Proses Pidana, Menggali Kelemahan dan Solusi di Auditorium Gedung A Lantai 6, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Rabu (12/02/2025).

 

Seminar ini menghadirkan pemateri tiga Dekan Fakultas Hukum dari Universitas Brawijaya, Universitas Sebelas Maret, Universitas Trunojoyo, serta Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

 

Para ahli hukum ini berkumpul untuk mengulas dampak dari rancangan Rancangan KUHAP tersebut, dari perspektif manfaat dan kerugiannya serta menggali kelemahan dan solusi.

 

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya , Prof. Dr Sudarsono, SH, MH Rancangan KUHAP ini perlu diperbaiki sebelum disahkan agar tidak terjadi kontroversi atau tumpang tindih kewenangan. Antara lembaga penegak hukum, seperti kejaksaan, kepolisian, dan peradilan.

 

Menurutnya jika tidak dilakukan harmonisasi secara matang, pembahasan RUU ini bisa memicu konflik kewenangan antar-institusi.

 

”Kalau tidak diluruskan dan dibatalkan berpotensi memperumit pembagian tugas dan tanggung jawab dalam sistem peradilan pidana di Indonesia,” Jelas Prof. Sudarsono.

 

Inilah tugas akademisi, untuk menyeimbangkan agar tidak terjadi over kewenangan atau tumpang tindih antara satu RUU dengan lainnya,” imbuhnya.

 

Dalam draf RUU Kejaksaan, ada sejumlah poin yang berpotensi memperluas kewenangannya, termasuk dalam hal penyelidikan dan penyidikan. Padahal, secara hukum, penyelidikan dan penyidikan merupakan tugas utama kepolisian.

 

Sementara itu, Dr Muhammad Rustamaji, SH, MH selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret juga menambahkan jika kewenangan ini diperluas tanpa batasan yang jelas, hal ini dapat menimbulkan gesekan di lapangan antara Jaksa dan Polisi.

 

“Dari sisi kewenangan, RUU Kejaksaan memberikan ruang cukup besar bagi lembaga ini untuk melakukan proses-proses mulai dari penyelidikan hingga penyidikan. Padahal, secara alami, ini adalah fungsi dari kepolisian,” ungkapnya.

 

Di sisi lain, revisi Rancangan KUHAP juga harus dipastikan tetap menjaga keseimbangan dalam proses hukum. Salah satu poin utama dalam RUU ini adalah adanya usulan peran hakim komisaris, yang berfungsi sebagai pengawas tindakan aparat penegak hukum agar tidak sewenang-wenang dalam melakukan penangkapan dan penahanan.

 

“Di Rancangan KUHAP nanti kita lihat lagi bagaimana pengaturannya. Jangan sampai ada pasal yang justru melemahkan perlindungan hak asasi manusia dalam proses hukum. Semua ini perlu ditempatkan secara proporsional,” katanya.

 

Hal senada juga disampaikan Prof.Dr.Pujiyono, SH, MHum selaku Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yang ditunjuk sebagai keynote speaker dalam seminar tersebut juga menegaskan serta mengingatkan bahwa penyusunan RUU ini harus dilakukan dengan cermat agar tidak melahirkan lembaga dengan kewenangan terlalu besar atau super body, yang berpotensi menyalahgunakan kekuasaan.

 

“Jangan sampai RUU ini menjadikan satu lembaga menjadi super body. Ini berbahaya sekali. Independensi kejaksaan dan kepolisian harus tetap terjaga agar optimal, tanpa intervensi politik yang berlebihan,” tegasnya.

 

Independensi menjadi aspek penting dalam sistem peradilan pidana, mengingat lembaga seperti kejaksaan dan kepolisian kerap berada dalam tekanan politik.

 

“Apakah sekarang mereka belum independen? Tidak juga. Tapi dalam beberapa hal, intervensi politik bisa cukup kuat menekan lembaga-lembaga ini. Oleh karena itu, independensi mereka harus diatur dengan baik dalam pasal-pasal yang ada,” lanjutnya.

 

Selain kewenangan, dirinya juga menyoroti pentingnya sistem merit dalam institusi kejaksaan dan kepolisian. Ia menekankan bahwa setiap proses hukum harus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan profesionalisme.

 

Ia juga menyoroti pentingnya sistem merit dalam rekrutmen dan promosi di lembaga penegak hukum. Menurutnya, sistem ini harus diatur lebih rinci dalam undang-undang agar tidak terjadi nepotisme atau penyalahgunaan jabatan.

 

Atas dasar berbagai potensi permasalahan tersebut, para pemateri dalam seminar nasional ini menilai Rancangan KUHAP tidak bisa serta-merta disahkan tanpa perbaikan substansial.

 

Diharapkan pemerintah dan DPR lebih terbuka terhadap masukan dari akademisi dan pakar hukum dalam menyusun regulasi yang berdampak luas bagi sistem peradilan di Indonesia. Menurutnya, kampus memiliki peran penting sebagai pihak yang netral dalam memberikan kajian dan rekomendasi hukum.

 

“Perguruan tinggi dan akademisi berperan dalam menjembatani agar setiap regulasi tetap dalam koridor yang harmonis. Kami tidak memiliki conflict of interest yang besar, sehingga bisa melihatnya lebih objektif,” tutupnya.

Editor : Deni Irwansyah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut