Dicap Anti-Islam, Jenderal Kopassus Ini saat Meninggal Dibacakan Syahadat di Telinganya

Krina Sembiring/SIndonews
Jenderal (Purn) Leonardus Benyamin (Benny) Moerdani merupakan legenda sekaligus tokoh dalam dunia militer dan intelijen Indonesia. Sepak terjangnya di medan operasi tak perlu diragukan lagi. Foto/Wikipedia/Sindonews

JENDERAL (Purn) Leonardus Benyamin (Benny) Moerdani. Sosok legenda sekaligus tokoh militer dan intelijen Indonesia. Sepak terjangnya di medan operasi tak perlu diragukan lagi. Namun, karir militernya yang bersinar tak selalu sejalan dengan citranya di mata masyarakat. Benny Moerdani sapaan akrabnya bahkan dicap anti Islam.

Agama Katolik dianutnya seolah semakin menegaskan anggapan tersebut. Menjadi panglima tertinggi tentara dan orang kepercayaan Presiden Soeharto, keyakinan Benny menjadi faktor khusus. Sejumlah peristiwa pun kemudian seolah-olah membenarkan cap tersebut, bahwa Benny memang Anti Islam. Tuduhan ini menguak ketika pecahnya tragedi Tanjung Priok di tahun 1984. Ratusan umat Islam tewas dalam peristiwa itu. Benny yang menjabat Panglima TNI dituduh terlibat dan bertanggung jawab atau bahkan disebut sebagai dalang peristiwa berdarah Tanjung Priok.

Ditambah lagi, tudingan sebagai anti Islam makin terlihat dari beberapa kebijakan Benny di internal TNI. Disebut-sebut perwira berlatar belakang santri sulit mendapat jabatan di masa Benny menjadi Panglima TNI. Dalam buku yang ditulis Dodi Mawardi berjudul "Belajar Uji Nyali Dari Benny Moerdani, Dia Tidak Bisa Dibeli Dengan Uang", latar belakang keluarga Benny dekat dengan Islam. Ayahnya Raden Bagus Moerdani Sosrodirjo, orang Jawa beragama Islam yang pindah ke Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Raden Moerdani seorang guru agama Islam dan seorang haji. Dia juga tercatat sebagai keturunan ketujuh Kanjeng Datuk Kiai Suleman, pengajar Islam dan kepala desa di Sumbawa.

Sebelum menikah dengan ibunda Benny yang berdarah Eropa dan beragama Katolik, Rochmaria Jeannie, Raden Moerdani beragama Islam dan memiliki beberapa anak dari istri sebelumnya yang beragama Islam juga. ia kemuian berpindah agama setelah menikah dengan Jeannie. Seluruh anak-anak dari istri keduanya ini beragama Katolik. Namun, Benny memiliki sejumlah kakak tiri dan banyak saudara yang beragama Islam. Pengaruh Islam masih cukup kental mengalir pada Benny.

Kakek dan nenek dari sang ayah serta seluruh keluarga besarnya adalah muslim. Anggapan Benny anti Islam sedikit memudar karena kedekatannya dengan sejumlah pemimpin pondok pesantren. Salah satunya dengan Kiai Asyaad. Benny memperlakukan pemimpin salah satu pesantren di Jawa Timur tersebut bukan hanya sebagai tamu, melainkan juga sebagai guru dan sahabat. Dalam banyak kesempatan, mereka tidak segan tertawa terbahak-bahak, berdua.

Berdikusi selama berjam-jam. Mulai dari posisi duduk sampai tidur-tiduran. Selama kurun waktu 1983-1992, keakrabannya dengan sejumlah kiai dan pesantren dapat dilihat secara nyata oleh orang-orang dekatnya, terutama anak buahnya. Namun, Benny memang tidak pernah mau berkoar-koar tentang kegiatannya tersebut kepada media massa. Pada rentang waktu itu, Benny sangat sering memberikan bantuan materi untuk pembangunan pesantren dan masjid.

Termasuk pesantren yang dipimpin Kiai Asyaad di Situbondo. Bahkan pada suatu ketika, Kiai Asyaad pernah mengajak Benny untuk naik haji bersamanya, karena perhatian jenderal Kopassus ini yang luar biasa kepada pesantrennya. Salah seorang anak buah Benny, I Wayan Mendra menceritakan bahwa Benny kala itu menjawab: "Kiai, saya kan Katolik. Jadi tidak bisa ke Mekkah..." Kiai Asyaad sambil berguyon menjawab, "Kalau saya yang mengawal Pak Benny, tidak ada yang berani melarang. Termasuk malaikat."

Benny disebut banyak membantu pesantren dan masjid di hampir semua kota di Jawa Timur, mulai dari Ngawi, Madiun, Nganjuk, Tulung Agung sampai di Situbondo. Banyak anak buahnya yang terkaget-kaget karena baru belakangan mengetahui bahwa masjid atau pesantren di wilayahnya, mendapatkan bantuan dan perhatian dari Benny. Marsekal Muda TN (Purn) Zainuddin Sikado menuturkan pada suatu hari ketika dia menjabat sebagai Komandan Pangkalan Udara Iswahyudi Madiun, Benny datang secara mendadak di hari Minggu pagi.

Tidak ada perintah dinas atau tugas. Benny lalu memintanya menemani ke sebuah tempat di Nganjuk, tetangga Kota Madiun. Usut punya usut, Benny hendak mengecek renovasi masjid. Dia ternyata pendana utamanya. Kenapa Benny Moerdani yang Katolik begitu perhatian kepada masjid di Nganjuk? Ternyata di belakang masjid itu terdapat makam leluhur Benny, yang beragama Islam. Pendapat sejumlah tokoh yang mengenal Benny juga semakin mematahkan anggapan Benny anti Islam. Salah satunya adalah Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur). "Sebagian teman menyatakan bahwa Benny adalah musuh Islam yang sesungguhnya, tapi kesimpulan itu salah. Justru Benny adalah orang yang melaksanakan pola hubungan negara dengan agama yang seharusnya."

Pendapat Gus Dur ini diperkuat sebuah fakta yang berkaitan dengan agama Benny, yaitu Katolik. Pada 1975, Soeharto menunjuk Benny memimpin Operasi Seroja ke Timor Timur. Mayoritas penduduk di sana beragama Katolik. Namun, Benny bekerja dengan profesional. Atas nama pemerintah dan negara, dia melaksanakan tugasnya dengan baik di sana. Sebagian orang menyebutnya, "Meski sama-sama Katolik, Pak Benny tetap menghajarnya."

Mantan wartawan yang menjadi Pengamat Militer Salim Said dalam buku "Dari Gestapu Ke Reformasi" menceritakan bahwa Benny mengawal Soeharto dan keluarga ibadah umrah ke Arab Saudi. Benny sampai masuk ke kawasan Kakbah. Dia kagum dengan Masjidil Haram dan menganjurkan para anak buahnya yang muslim untuk menyempatkan diri berziarah (umrah atau haji) ke sana. Minimal sekali semur hidupnya. Dalam buku yang sama, Salim juga menceritakan bagaimana sang jenderal membantah langsung tuduhan anti Islam.

"Kok saya yang dituduh anti Islam, Soeharto itu yang anti Islam," kata Benny. Tuduhan anti Islam juga dibantah Benny Moerdani dalam berbagai kesempatan, termasuk ketika berkunjung ke sejumlah pondok pesantren. Salah satunya di hadapan para kiai Ponpes Lirboyo, Kediri Jawa Timur. "Saya ingin menegaskan, umat Islam Indonesia tidak dipojokkan. Dan tidak akan pernah dipojokkan," tegasnya. Sebuah fakta yang baru sedikit orang mengetahuinya adalah saat-saat akhir hidup Benny Moerdaní. Di tahun 80-an, Benny mengajak sahabatnya Adnan Ganto ziarah ke makam orang tua Benny di Solo, Jawa Tengah.

Adnan Ganto merupakan penasihat ekonomi Jenderal Benny Moerdani saat menjadi Menteri Pertahanan. Berdarah Aceh, Adnan adalah seorang muslim yang taat. Di hadapan pusara ibunya, Benny berpesan agar ketika meninggal dunia kelak diperlakukan seperti orang Islam. Pengurusan jenazahnya seperti seorang muslim, dikafankan dan dimandikan secara Islam. Mantan Penglima TNI Laksamana (Purn) Widodo AS mengonfirmasi hal tersebut. Widodo termasuk orang pertama yang datang ke rumah sakit ketika Benny mengembuskan napas terakhirnya.

Widodo mengungkapkan Benny dimandikan dan dikafani layaknya jenazah seorang muslim, sesuai pesan yang disampaikan kepada Adnan Ganto. Dalam buku biografi Adnan Ganto yang terbit 2017 lalu, diceritakan bahwa setelah mendapatkan pesan dari Benny, Adnan bertandang ke rumah Benny di Simprug, Jakarta Selatan sebulan kemudian. Adnan dan istrinya Agustina, tak mau jika pesan tersebut hanya didengarnya sendiri. Adnan meminta izin untuk menyampaikan pesan Benny saat ziarah ke Hartini.

Adnan lalu menyampaikan pesan Benny yang minta dimakamkan secara Islam kepada Hartini. "Kalau memang itu yang dipesankan, ya silakan dilaksanakan," jawab Hartini merespons permintaan Benny kepada Adnan. Benny juga memberikan pesan tambahan kepada Adnan dan istrinya. “Kalau saya dikafani secara Islam, kamu baca Yasin. Kalau Tina ada, dia baca syahadat 25 kali,” pesan Benny.

Pada sebuah kesempatan, Widodo AS pernah menuturkan bahwa Benny Moerdani memang benar tertarik memeluk agama Islam. Akan tetapi, Benny sama sekali tidak mau keislamannya karena menginginkan sebuah jabatan. Ucapan mantan panglima TNI itu dikuatkan sebuah fakta. Kiai Yusuf Hasyim dari Tebuireng Jombang pernah menyarankan Benny untuk masuk Islam saja biar bisa menjadi presiden atau wakil presiden. Apa jawaban Benny? "Apakah masyarakat masih akan percaya seorang yang menjadi Islam hanya karena ingin sebuah jabatan?" Wartawan Senior Fikri Jufri juga pernah melontarkan pernyataan kepada Benny, untuk pindah agama agar kiprahnya di Indonesia makin cemerlang.

Jawaban Benny sangat tegas. "Meninggalkan keyakinan saya hanya untuk sebuah jabatan? Never!" Fakta yang diungkapkan oleh Adnan Ganto dan Laksamana (Purn) Widodo AS kemudian memunculkan kontroversi. Pertanyaan muncul, apakah Benny sudah memeluk agama Islam sebelum wafat? Ada yang meyakini Benny sudah menjadi Islam, namun ada juga yang tetap yakin Benny masih Katolik.

Faktanya, ketika meninggal dunia Benny diiringi Yasin dan kalimat syahadat serta dikafani. Adnan dan istrinya membacakan sendiri Yasin dan syahadat di kamar Benny dirawat di RSPAD. Adnan dan istrinya terus membacakan syahadat di telinga Benny hingga akhirnya Benny meninggal. Dia juga dikafani dan dimandikan secara Islam. Namun, sebelum dimakamkan kain kafan yang sudah membalut tubuh Benny dilepas, diganti dengan pakaian dinas militer. Jenazahnya dimasukkan ke peti. Dia dimakamkan di TMP Kalibata secara Katolik. Hingga akhir hayat Benny, KTP-nya pun masih tertulis beragama Katolik. 

Di balik kontroversi dan misterinya, namun jasanya terhadap bangsa Indonesia sangatlah besar. Tak penting apa pun agamanya.
iNews Malang

Editor : Arif Handono

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network