Pembaruan Hukum Acara Pidana, Asas Diferensiasi Fungsional dan “Polisi Justisi”

Deni Irwansyah
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) gelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Optimalisasi Kinerja Lembaga Penegak Hukum Melalui Pembaharuan Hukum Acara Pidana” menghadirkan Prof. Dr. Tongat, SH., MHum, Sabtu (27/4/2025).

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) gelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Optimalisasi Kinerja Lembaga Penegak Hukum Melalui Pembaharuan Hukum Acara Pidana” menghadirkan Prof. Dr. Tongat, SH., MHum sebagai narasumber utama. Kegiatan akademik ini berlangsung di lantai 8 Gedung GKB IV Univeristas Muhammadiyah Malang dan dihadiri berbagai elemen akademisi dan praktisi hukum.

 

Dalam paparannya, Prof. Tongat, yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum UMM, menekankan pentingnya pembaruan hukum acara pidana sebagaimana tercantum dalam Konsiderans Bagian Menimbang Huruf C Rancangan KUHAP (versi 3 Maret 2025).

 

“Pembaruan tersebut untuk lebih menjamin hak-hak tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, dan korban, sekaligus memperkuat fungsi serta wewenang aparat penegak hukum agar selaras dengan dinamika ketatanegaraan, perkembangan teknologi informasi, dan konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.” Ungkap Prof Tongat.

 

Dalam konteks pembaruan hukum, Prof. Tongat menegaskan bahwa Asas Diferensiasi Fungsional dalam sistem peradilan pidana memiliki urgensi tinggi, karena secara konseptual mencakup tiga dimensi utama.

 

“Pembagian kerja berdasarkan fungsi spesifik dalam sistem yang lebih besar, hubungan fungsional antar elemen yang bekerja secara terpisah namun saling bergantung untuk mencapai tujuan bersama, serta distribusi tugas antar lembaga atau unit guna memaksimalkan efisiensi dan efektivitas.”

 

Lebih lanjut, diferensiasi wewenang penting untuk memastikan agar setiap aparat penegak hukum memahami ruang lingkup dan batas-batas tugasnya. Hal ini bertujuan untuk mencegah tumpang tindih pelaksanaan kewenangan, menghindari potensi vacuum of responsibility, Pandangan ini selaras dengan pertimbangan Putusan MK No. 28/PUU-V/2007 yang menekankan pentingnya harmonisasi dan keterpaduan fungsi antar aparat hukum.

 

Dalam FGD tersebut, Prof. Tongat juga menyoroti pengertian “Polisi Justisi” sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Polisi justisi merupakan bentuk kerja represif kepolisian dalam membantu tugas kehakiman, termasuk penyidikan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penggeledahan, pembuatan berita acara, hingga penuntutan pidana dan pelaksanaan putusan hakim. 

 

“Konsep ini menegaskan keterlibatan kepolisian sebagai bagian penting dalam proses penegakan hukum secara prosedural.” Tegas Prof Tongat.

 

Mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 1 RKUHAP, Prof. Tongat menyimpulkan bahwa rancangan KUHAP telah melakukan modifikasi terhadap Asas Diferensiasi Fungsional dalam Sistem Peradilan Pidana (SPP). Salah satu bentuk modifikasi tersebut tampak dalam Pasal 8 ayat (1) RKUHAP versi 21 Maret 2023, yang menyatakan bahwa dalam melakukan penyidikan, penyidik harus berkoordinasi dengan penuntut umum.

 

Menurutnya, koordinasi yang terlalu dalam berpotensi menjadi bentuk intervensi kejaksaan terhadap proses penyidikan kepolisian. Di sisi lain, hal ini juga bisa mereduksi independensi dan kewenangan penyidik sebagai organ yang seharusnya menjalankan fungsi penyelidikan dan penyidikan secara otonom.

 

Dalam sesi akhir diskusi, Prof. Tongat menyinggung tentang pengawasan horizontal antar lembaga penegak hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 109 ayat (1) KUHAP.

 

Ia menegaskan bahwa sesuai KUHAP saat ini, Tidak ada kewenangan langsung bagi kejaksaan untuk ikut dalam proses pemeriksaan, dan hubungan antar kedua institusi dibatasi pada koordinasi fungsional semata.

 

“Ketidakjelasan batas kewenangan seperti ini bisa memicu ketidakpastian hukum dan membuka ruang akumulasi kekuasaan dalam satu tangan. Seperti kata Lord Acton: power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely.” Tambahnya.

 

Melalui forum ini, Prof. Tongat mengajak semua pihak untuk mengawal pembaruan hukum acara pidana secara kritis dan konstruktif, agar tetap menjaga asas diferensiasi fungsional, memperkuat pengawasan antar lembaga penegak hukum, dan memastikan tidak ada dominasi institusi tertentu yang mengancam independensi proses peradilan.

Editor : Deni Irwansyah

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network