JAKARTA, iNewsMalang.id - Bareskrim Polri membekuk Anang Diantoko, tersangka yang sempat masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kasus dugaan investasi penjualan aplikasi robot trading Evotrade. Anang tertangkap polisi beserta sejumlah barang bukti berupa handphone dan uang tunai.
"Telah dilakukan penangkapan pada Hari Minggu tanggal 20 Maret 2022, terhadap tersangka DPO owner Robot Trading Evotrade atas nama Anang Diantoko di Villa Grey Jalan Duku Indah Gg Jepun Kecamatan Umalas, Kuta Utara," kata Direktur Tipideksus Bareskrim Brigjen Whisnu Hermawan di Jakarta, Rabu (23/3/2022).
Whisnu mengungkapkan, pihaknya juga mengamankan sejumlah barang bukti dari tangan Anang. Mulai dari 8 smartphone, 22 HP kecil, 3 modem, 6 kartu ATM, 1 unit kendaraan roda dua jenis honda Vario dan BPKB serta uang tunai di dalam dompet sebanyak Rp1.600.000. "Selanjutnya tersangka dilakukan pemeriksaan dan penahanan di Rutan Bareskrim Polri," tuturnya.
Sebelumnya, Polri mengamankan ribuan uang pecahan Dolar Singapura saat menangkap aktor utama kasus robot trading berinisial AMA. Dir Tipideksus Bareskrim Brigjen Whisnu Hermawan mengungkapkan pihaknya mengamankan uang dolar Singapura ribuan lembar saat menangkap AMA di salah satu hotel bilangan Jakarta Pusat pada 20 Januari 2020.
"Pada saat penangkapan kemudian dilakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa 1.150 lembar uang Dolar Singapura pecahan 1.000," kata Whisnu di Jakarta, Minggu (23/1/2022). Jika dirupiahkan dengan kurs saat ini, ribuan Dollar Singapura itu setara dengan Rp12,254 miliar.
Ditipideksus Bareskrim Polri telah menetapkan enam tersangka kasus dugaan investasi penjualan aplikasi robot trading dengan skema ponzi atau piramida ilegal. Keenam orang itu berinisial AD (35), AMA (31), AK (42), D (42), DES (27), dan MS (26). Mereka diketahui memiliki peranan yang berbeda-beda. "Ini perkara dari adanya laporan atau informasi dari masyarakat juga. Bahwa perusahaan ini menjual aplikasi robot trading tanpa izin bahkan dalam melaksanakan kegiatannya menggunakan sistem ponzi atau piramida, member get member. Jadi bukan barang dijual tapi sistemnya," ujar Whisnu.
Whisnu menjelaskan, modus operandi kejahatan ini yaitu pelaku usaha distribusi dalam hal ini PT Evolusion Perkasa Group menawarkan penjualan Aplikasi Robot Trading Evotrade melalui paket-paket yang ditawarkan. Mereka menerapkan sistem skema piramida, di mana penawaran dilakukan dengan menjanjikan bonus atau keuntungan jika dapat merekrut anggota baru antara 2 persen sampai dengan 10 persen hingga 6 kedalaman.
"Selain itu kegiatan usaha perdagangan tidak memiliki perizinan di bidang perdagangan yang diberikan oleh menteri," ucap Whisnu. Menurut Whisnu, para tersangka melancarkan aksinya di Jakarta, Malang, dan beberapa wilayah Indonesia lainnya.
Penyidik Dit Tipideksus Bareskrim Polri telah menyita aset kasus dugaan investasi robot trading Evotrade dengan skema ponzi atau piramida ilegal. Aset yang disita antara lain mobil mewah, motor gede hingga tanah dan bangunan.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyebut sejumlah barang bukti yang telah disita di antaranya 1 unit mobil Lexus L570, 1 unit mobil BMW M5 beserta BPKB, BMW Z4 beserta BPKB, Mini Cooper, sepeda motor Harley Davidson, motor Vespa Primavera, 6 unit laptop, 5 unit hp, dan uang tunai 1.150 lembar pecahan 1.000 Dolar Singapura serta 1.000 lembar pecahan Rp100.000.
"Kemudian, tanah dan bangunan yang berlokasi di Green Tombro Residence, Malang," kata Ramadhan dalam konferensi pers di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Kamis (24/3/2022). Ramadhan menyebut, penyidik juga melakukan pemblokiran rekening enam tersangka kasus ini dengan nilai total Rp250 miliar. Dalam kasus ini, para korban dijanjikan keuntungan berjenjang hingga 10 persen dari uang yang disetorkan awal. Bagi member yang paling bawah, hanya akan mendapat keuntungan 2 persen.
Perusahaan robot trading ini menggunakan skema ponzi atau piramida dalam meraup keuntungan. Skema itu merupakan sistem pemberian keuntungan secara berjenjang yang biasa banyak terjadi dalam produk-produk investasi bodong atau palsu. Pola bisnis tersebut diduga dapat melanggar ketentuan pidana lantaran keuntungan atau bonus yang diperoleh bukan dari hasil penjualan barang, melainkan keikutsertaan atau partisipasi para peserta. Sejauh ini, polisi menduga ada 3.000 pengguna aplikasi Evotrade tersebut. Para pengguna itu tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 105 dan/atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 dan/atau Pasal 6 Juncto Pasal 10 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ditipideksus Bareskrim Polri sebelumnya menetapkan enam orang tersangka kasus dugaan investasi penjualan aplikasi robot trading dengan skema ponzi atau piramida ilegal. Keenam orang itu berinisial AD (35), AMA (31), AK (42), D (42), DES (27), dan MS (26). Mereka diketahui memiliki peran yang berbeda-beda.
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait