Muhammad Nashir*
*Pegiat Budaya tinggal di Malang
Bahasa Walikan atau Kiwalan khas arek Malang ini konon di wali oleh pasukan Sabilillah yang di pimpin oleh Kyai Hamid Rusdi (kini diabadikan sebagai nama salah satu jalan raya di daerah Bunul - Kota Malang), bahasa Kiwalan difungsikan sebagai bahasa kode untuk saling mengkabarkan tentang situasi yang sedang berkembang pada masa revolusi saat itu, memakai bahasa kiwalan agar komunikasi antar laskar tetap berjalan dengan baik tanpa diketahui oleh pihak musuh maupun mata-mata musuh yang berkeliaran ditengah masyarakat.
Dalam Bahasa Kiwalan, tidak semua kata harus dibalik, hanya beberapa kata saja dalam satu ungkapan harus dibalik, itupun kata-kata tertentu yang cukup penting untuk disampaikan saja yang dibalik pada saat itu.
Dalam perkembangannya penyampaian kata itu cara membalikkan katanya dicari bagaimana enaknya kata itu untuk diucap dan didengar, salah satu contoh seperti kata Kiwalan ada juga satu kampung lain menyebutnya dengan Lawikan, padahal kalo mengikuti tulisan harusnya Walik menjadi Kilaw, tapi Arek Malang mengucap nya kiwal atau lawik.
Seiring perjalanan, bahasa Kiwalan pun menjadi kebiasaan ditengah masyarakat dan berkembang menyesuaikan situasi dan kondisi zaman.
Di era Tahun 60-70an bahasa Kiwalan seolah sudah menjadi identitas warga Malang, saat berkembangnya masa perubahan zaman, anak muda pada masa itu yang terdampak dari Revolusi Kesenian yang terjadi besar-besaran di Amerika dengan hadirnya generasi bunga / Flower Generation, generasi cinta damai, yang akhirnya melanda hampir seluruh anak muda di dunia, bahasa Kiwalan akhirnya menjadi identitas baru arek-arek Malang saat itu.
Dunia premanisme jalanan pun yang juga mulai lahir dan berkembang saat itu di Indonesia, menjadikan arek-arek Malang yang berada di rantauan, jadi mempunyai ciri khas tersendiri untuk menunjukkan eksistensi dan identitasnya dengan bahasa kiwalan.
Dari masa inilah mulai lahir dan berkembang pesatnya bahasa sandi menjadi bahasa prokem, setiap kampung seolah berlomba-lomba membuat identitas dirinya masing-masing. Demikian juga dengan komunitas atau perkumpulan anak muda tertentu.
Bahasa Kiwalan tetaplah menjadi bahasa umum untuk kehidupan jalanan di Kota Malang saat itu, namun ada bahasa sandi bagi tiap kampung atau komunitasnya masing-masing.
Hampir semua komunitas jalanan, baik itu komunitas preman maupun kelompok olahraga atau kelompok anak muda kreatif dan bahkan komunitas pedagang, mempunyai bahasa sandi sendiri yang belum tentu bisa di mengerti oleh kelompok ataupun komunitas lain.
Bahasa Kiwalan yang umum di masyarakat kota Malang umpamanya Idrek (kerja) imblak (baju), Aranet (tentara), silup (polisi) , Agit (tiga) Kadit (tidak) dan seterusnya, kata-kata yang sangat umum dalam komunikasi harian, tapi untuk komunitas atau kelompok tertentu, kata-kata yang dipakai berbeda-beda umpamanya : Jinjak, Tekek sebutan untuk Intel hanya berkembang dan di mengerti di kalangan dunia preman atau mereka yang aktif memakai ganja (Flower Generation), Begenggek sebutan lain untuk Nolab (PSK), Kupen kata lain dari Ukut (beli), istilah ini hanya berkembang di kalangan para Flower Generation, di sisi lain mereka juga membuat istilah Becak sebutan lain dari Ganja.
Berbeda lagi dengan kampung Mergosono yang banyak membuat bahasa simbolik untuk mengkabarkan sesuatu, salah satunya, mereka mensimbolkan mata dengan istilah dop, contohnya begini, ada seorang cewek yang dari belakang sepertinya cantik banget dengan gaya rambut dan bodinya yang ehmm, ketika dilihat dari depan ternyata mata nya cacat sebelah, maka sontak temannya yang melihat itu akan mengkabarkan ke temannya yang lain dengan ngomong "Dop e mati sisih rek", yang maksudnya adalah matanya tidak ada sebelah.
Patik anjik istilah untuk harga dan berat emas, istilah ini beredar di kalangan makelaran emas yang ada di jalanan pasar besar kota Malang.
Kebo (orang punya duit tapi gak paham barang) umpamanya mereka ngomong untuk ngasih kode kalonorang tersebut yang dimaksudkan sedang lewat :
" Kebo ne nyeser jess"
Maka teman mereka yang lain sudah bersiap-siap, lalu akan jadi santapan bareng-bareng para penjual akik dan istilah ini berlaku hanya di kalangan para penjual akik.
Ente, Kadit Nes, Ojir, Raijo, Ciyak, Nakam, Regud, Yokhol dan masih ada banyak lagi istilah-istilah lain yang lahir dan seringkali hanya bisa di mengerti oleh komunitas atau Kampungnya sendiri.
Secara umum bahasa Kiwalan yang lahir dan umumnya di pakai oleh warga Malang, tidak hanya dari bahasa Indonesia, ada juga dari bahasa Cina, Arab, Jawa dll, bahkan jika kita mau telusuri justru sangat sedikit bahasa Kiwalan yang mengambil dari bahasa Indonesia.
Sampai pada era akhir 90an, masih belum ada ucapan Talames Igap dan bahasa Kiwalan lain yang baru-baru ini muncul yang justru terasa sangat aneh di dengar, sepertinya itu bahasa kiwalan yang terbaru itu hanya berkembang dan terjadi di Media Sosial saja, tidak terjadi di kampung-kampung di Kota Malang.
Cara mengucap bahasa Kiwalan khas arek Malang akan sangat kentara, dan orang yang asli asal akan sangat mudah untuk membedakan, mana arek Malang Asli yang paham bahasa Kiwalan dan Prokem khas arek Malang dan mana yang bukan Arek Malang Asli.
Setidaknya ini bisa jadi ukuran dan sedikit informasi bagi masyarakat Malang saat ini, khusunya anak muda yang lahir di tahun 2000an, sebagai acuan untuk mengembangkan lagi bahasa proken khas Malangan.
Nashir Ngeblues
Malang, 28 Maret 2020
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait