Aksi koboi jalanan yang diduga dilakukan oknum polisi kembali terjadi di Tol dalam kota. Seorang pengendara mobil dinas polisi membawa senjata api melakukan aksi kekerasan terhadap pengendara mobil. Peristiwa tersebut terjadi pada Kamis 4 Mei 2023 pukul 22.30 WIB. Momen kekerasan yang dilakukan pengendara mobil dinas polisi yang membawa senjata api tersebut dibagikan akun Instagram @tigersespan. (JARINGANNEWS.co.id, 5/5/2023).
Hemat penulis, gejala sosial Koboisme jalanan sangat merusak citra bangsa Indonesia yang dikenal Bangsa Timur yang beradab dan berbudaya. Sebuah bangsa yang menjunjung tinggi budaya saling menghargai, saling memaafkan, gotong royong, penuh kesetiakawanan sosial, pemaaf dan penuh senyum damai.
Tetapi, citra tersebut seakan hancur ketika kita menyaksikan maraknya aksi Koboisme jalanan yang meresahkan masyarakat kita. Aksi Koboisme jalanan seolah menggambarkan kepada dunia internasional bahwa bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa "Barbar Primitif".
Istilah Barbar (bahasa Latin: Barbarus, bahasa Belanda: Barbaar, bahasa Inggris: Barbarian) adalah manusia yang dianggap biadab atau primitif.
Orang barbar dapat saja merupakan warga sebuah bangsa yang oleh sebagian pihak dinilai kurang beradab atau kurang tertata (misalnya masyarakat kesukuan), namun dapat pula merupakan anggota dari kelompok budaya "primitif" tertentu (misalnya kaum Nomad) atau kelas sosial tertentu (misalnya gerombolan bandit), baik di dalam maupun di luar bangsa si penilai.
Sebagai ungkapan atau kiasan, istilah "orang barbar" dapat saja digunakan untuk menyebut orang yang kasar, kejam, beringas, dan kurang peka menurut penilaian si pengguna sebutan. (Webster's New Universal Unabridged Dictionary, Simon & Schuster Publishing: 1972, h. 149)
Selain itu, gejala Koboisme jalanan juga sangat berbahaya bagi kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang majemuk. Sebab, aksi-aksi Koboisme jalanan tersebut dapat dijadikan pemicu atau pemantik aksi-aksi kekerasaan antar Suku, Agama, Ras dan golongan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab atau untuk kepentingan politik (menuju Pemilu 2024). Jika aksi tersebut terjadi antar orang atau kelompok yang berbeda SARA.
Sehingga harus diwaspadai oleh semua warga Indonesia yang majemuk ini, agar kemajemukan ini menjadi rahmat bukan bencana. Amin
* Penulis adalah Direktur InSID Research and Humanity. Pemerhati Budaya Universitas Muhammadiyah Surabaya
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait