MALANG, iNewsMalang.id - Bahasa Walikan menjadi sandi khusus saat para pejuang di Malang berusaha mempertahankan kemerdekaan pasca deklarasi pada 17 Agustus 1945. Agresi militer Belanda membuat Malang berusaha direbut kembali dari para pejuang dan masyarakat Indonesia.
Agresi militer ini memang sengaja dilancarkan Belanda dengan menumpang tentara sekutu, pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ini bertujuan untuk menguasai Indonesia sebagai daerah jajahan lagi.
Menariknya di Malang ada sebuah peninggalan budaya yang menyiasati adanya informan lokal atau warga pribumi, membocorkan perjuangan pejuang - pejuang Indonesia. Para pejuang yang biasanya melakukan perlawanan melalui taktik gerilya, tetapi karena ada mata-mata dan warga pribumi yang pro Belanda membuat strategi itu bocor.
Pemerhati budaya dan sejarah Agung Buana mengatakan, aksi gerilya para pejuang ini biasanya terbongkar oleh informan atau spionase para pribumi, yang bisa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia bahkan bahasa Jawa sekalipun. Apalagi sebagai informasi tentara Belanda dan sekutunya juga mengerahkan satuan prajurit KNIL, yang juga ada warga Indonesia yang dipekerjakan oleh Belanda.
"Ketika kita itu agresi militer pertama dan kedua. 1947 dan 1949 itu masa-masa pelik, peliknya ketika Belanda masuk ke Malang lagi ternyata diikuti orang-orang kalau dikatakan pengkhianat, orang-orang Indonesia tapi yang memberikan informasi ke Belanda," ujar Agung Buana, dikonfirmasi pada Rabu (16/8/2023).
Dari sanalah akhirnya para pejuang dari Malang ini memilih menggunakan bahasa walikan Malangan, yang telah ada sejak dahulu yang biasanya digunakan nongkrong warga. Hal ini untuk menghindari spionase dan kebocoran informasi oleh para pengkhianat ini.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait