PROBOLINGGO, iNewsMalang.id - Desa Jetak, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, kembali menjadi pusat perhatian warga Suku Tengger, Sabtu 9 Agustus 2025 lalu. Di balai desa setempat, ratusan warga dari tiga desa yakni Ngadisari, Wonokerto, dan Jetak mengikuti prosesi tahunan Tari Sodoran, ritual yang diwariskan turun-temurun dan terus dipertahankan.
Rombongan ibu-ibu Suku Tengger berjalan membawa bekal menuju Balai Desa Jetak untuk prosesi Tari Sodoran. Foto: iNews.id/Ryan H
Tari Sodoran diawali dengan pertemuan simbolis antara mempelai laki-laki dari Desa Ngadisari dan mempelai perempuan dari Desa Jetak. Keduanya diperankan oleh kepala desa masing-masing.
Rombongan mempelai laki-laki membawa jimat klontongan, yang terdiri dari tanduk sapi, tempat air, dan bambu panjang menyerupai tombak. Jimat tersebut menjadi tanda warisan leluhur yang selalu dihadirkan dalam prosesi.
Setelah pertemuan, kedua rombongan memasuki Balai Desa Jetak. Prosesi dibuka dengan pembacaan doa oleh dukun pandita, dilanjutkan dengan tarian yang diperagakan dua pasangan laki-laki dari Desa Jetak dan Ngadisari secara bergantian, termasuk pasangan mempelai.
Gerakan tari sederhana namun sarat makna ini menggambarkan proses kehidupan manusia, mulai dari kelahiran, pernikahan, hingga kedewasaan.
“Tari Sodoran ini melambangkan lahirnya manusia melalui pernikahan, sekaligus perjalanan hidup dari lahir hingga dewasa,” kata Kepala Desa Jetak, Ngantoro.
Di tengah prosesi, kelompok ibu-ibu dan remaja perempuan dari tiga desa datang membawa bekal makanan untuk para penari. Tradisi ini menandakan dukungan dan kebersamaan warga dalam menjaga adat.
Bupati Probolinggo Gus dr Mohammad Haris Damanhuri atau Gus Haris, yang hadir dalam kegiatan tersebut, menekankan jika Gunung Bromo tidak hanya dikenal sebagai destinasi wisata alam, tetapi juga rumah bagi adat, budaya, dan masyarakat yang menjaga kearifan lokal.
“Saya berharap wisatawan yang datang ke Gunung Bromo tidak hanya menikmati wisatanya saja, tetapi juga mengenal budaya serta adat istiadat Suku Tengger yang ada di sini,” ujarnya.
Menurut Gus Haris, Suku Tengger memiliki beragam tradisi, seperti Tari Sodoran yang digelar pada Hari Raya Karo, Hari Raya Yadnya Kasada, serta tradisi lima tahunan Unan-unan.
Pemerintah Kabupaten Probolinggo akan menetapkan tradisi-tradisi tersebut sebagai agenda resmi daerah.
Gus Haris menambahkan, mulai tahun depan akan ada kegiatan budaya rutin setiap bulan di kawasan Bromo yang melibatkan langsung tradisi Suku Tengger.
“Dengan begitu, dalam travel pattern atau pola perjalanan wisatawan yang hendak datang ke Bromo, mereka sudah mengetahui jadwal even-even budaya yang akan digelar,” jelasnya.
Pemerintah Kabupaten Probolinggo juga akan aktif menyampaikan informasi terkait budaya dan jadwal kegiatan adat di Bromo.
Harapannya, wisatawan dapat merencanakan kunjungan sekaligus memahami budaya lokal lereng Bromo.
“Jika tidak kita sampaikan, wisatawan tidak akan tahu. Maka ke depan, wisatawan yang datang ke Bromo juga diharapkan bisa mengenal adat istiadat dan budaya yang ada di sini,” kata Gus Haris.
Bagi warga Suku Tengger, Tari Sodoran bukan hanya soal seni pertunjukan, tetapi merupakan bagian dari identitas yang mengikat mereka dengan leluhur, dan setiap tahun, di Desa Jetak, kisah itu kembali dihidupkan.
Editor : Suriya Mohamad Said
Artikel Terkait