get app
inews
Aa Text
Read Next : Pendaftaran SBMPTN Dibuka 23 Maret, BeginiCara Daftar hingga Biayanya

Mengawal Masuk Perguruan Tinggi Negeri Dari "Zero Korupsi"

Jum'at, 14 Juli 2023 | 21:07 WIB
header img
Dr. Sholikhul Huda, M.Fil.I. Foto:IST

PRAKTIK  koruptif di dunia pendidikan tinggi terus menyeruak dengan beragam modus operandi. Institusi Perguruan Tinggi saat ini tercoreng karena praktek korupsi.  Perguruan Tinggi yang dikenal dengan komitmen Tri Dharma ( Pendidikan, Penelitian, Pengabdian) ini telah menjadi lahan subur praktik korupsi. Beberapa kalangan bahkan menilai korupsi di Perguruan Tinggi sebagai suatu kejahatan kerah putih (white collar crime) karena dilakukan oleh orang-orang terdidik dan terpelajar.

Salah satu kasus menghebohkan masyarakat adalah kasus suap masuk mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (UNILA). Berdasarkan pantauan media, Mantan Rektor Universitas Lampung (Unila), Prof Karomani, divonis 10 tahun penjara di kasus korupsi penerimaan mahasiswa baru (PMB) Jalur Mandiri Unila. Dan dibebani membayar uang pengganti sebesar Rp 8.075.000.000. Dalam amar putusan Prof Karomani  dikenai denda Rp 400 juta subsider 4 bulan kurungan penjara. Untuk uang pengganti wajib dibayarkan dalam kurun waktu 1 bulan dan diganti dengan hukuman penjara 2 tahun jika tidak dibayarkan.(news.detik.com, 25/5/2023).

Selain kasus Prof Karomani sepanjang tahun 2022-2023 kasus koruptif di Perguruan Tinggi lumayan besar. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch terdapat  37 kasus dugaan korupsi di Perguruan Tinggi telah dan sedang diproses oleh institusi penegak hukum maupun pengawas internal. 

Jumlah kerugian keuangan negara yang ditimbulkan mencapai Rp 218,804 miliar dan nilai suap mencapai sekitar Rp 1,78 miliar. Pada sisi aktor, pelaku korupsi di Perguruan Tinggi merupakan civitas akademika, pegawai pemerintah daerah dan pihak swasta. 

ICW melakukan pemetaan sedikitnya 12 (dua belas) Pola Korupsi di Perguruan Tinggi antara lain Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa; Korupsi dana pendidikan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Korupsi anggaran internal Perguruan Tinggi; Korupsi dana penelitian. Korupsi dana beasiswa mahasiswa. Korupsi penjualan asset milik Perguruan Tinggi. Suap dalam penerimaan mahasiswa baru. Suap dalam pemilihan pejabat di internal Perguruan Tinggi. Suap atau “jual beli” nilai. Suap terkait akreditasi (Program Studi atau Perguruan Tinggi). Korupsi dana SPP mahasiswa dan Gratifikasi mahasiswa kepada Dosen. (antikorupsi.org, 4/7/2023).

Berdasarkan kajian KPK menyebutkan ada empat faktor penyebab kasus korupsi di Perguruan Tinggi.  Pertama, lemahnya pengendalian internal. Kedua, lemahnya sistem administrasi (data tidak andal). Ketiga, adanya kekosongan pengawasan, dan lemahnya pengawasan publik atau sosial. 

Praktik koruptif di perguruan tinggi memberikan berdampak buruk luar biasa bagi masa depan bangsa Indonesia. Tidak hanya merugikan uang negara, namun lebih luas dari itu  merusak kredibilitas penyelenggara pendidikan sebab korupsi terjadi sejalan dengan fungsi yang dijalankan oleh Perguruan Tinggi.

Buruknya citra Perguruan Tinggi karena praktek koruptif, harus segera diperbaiki. Sehingga diperlukan langkah strategis dan sistematis untuk mencari jalan keluar dalam memperbaiki citra Perguruan Tinggi dimata publik yang akhir ini "berwajah bopeng".

Perguruan Tinggi harus dikembalikan sebagai tempat kawah candradimuka dalam pelaksanaan Tri Darma yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat yang bebas dari korupsi serta penghasil orang-orang yang berbudi luhur bukan penghasil para koruptor.

Editor : Arif Handono

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut