Gus Idris Marbawy Cium Tangan Preman Sadis, Tindakan Mengejutkan yang Menggetarkan Hati Banyak Orang

MALANG, iNewsMalang.id - Di tengah keramaian pasar malam di sebuah kota kecil di Jawa Timur, sebuah momen menggetarkan jiwa terjadi bukan karena kekerasan, melainkan karena kelembutan hati seorang ulama.
Gus Idris Marbawy, dai karismatik yang dikenal dengan pendekatan dakwah yang lembut dan merangkul semua kalangan, melakukan sesuatu yang tak terduga mencium tangan seorang preman yang dikenal luas karena kekejamannya.
Preman itu, bernama Rahmat, selama bertahun-tahun ditakuti warga. Dikenal sebagai sosok brutal, ia tak segan menyakiti siapa pun yang menentangnya. Namun hari itu, di hadapan banyak orang, ia duduk bersimpuh di hadapan Gus Idris, yang datang ke wilayah tersebut dalam rangka safari dakwah.
Alih-alih menegur dengan keras atau menyudutkan, Gus Idris justru menghampiri Rahmat, menggenggam tangannya, dan dengan penuh hormat, menciumnya.
Rahmat terharu karena tangannya dicium sosok ulama yg mana banyak orang berebut mencium tangan gus Idris ini malah mencium tangan kotor preman, suasana pun hening. Mata para saksi membelalak, tak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat.
"Ini tangan yang pernah menyakiti banyak orang," ujar Gus Idris dengan suara tenang. "Tapi saya yakin, tangan ini juga bisa jadi jalan kebaikan. Saya mencium tangan ini karena saya percaya, siapa pun bisa berubah," kata dia.
Tindakan Gus Idris membuat Rahmat menangis tersedu. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa dihargai bukan karena ditakuti, tapi karena diberi kesempatan untuk menjadi lebih baik. Sejak hari itu, kehidupan Rahmat berubah. Ia meninggalkan dunia kelam dan mulai aktif membantu dakwah dan kegiatan sosial bersama tim Gus Idris.
Kisah ini menyebar cepat di media sosial, menginspirasi ribuan orang. Banyak yang menyebut tindakan Gus Idris sebagai tamparan lembut yang menyentuh jiwa.
Sikapnya menunjukkan bahwa kadang, perubahan besar tidak datang dari amarah atau kekuatan, tetapi dari kasih sayang yang tulus dan keberanian untuk memaafkan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta