BANGSA kita gencar mengklaim sebagai bangsa Pancasilais dan bangsa toleran. Sebuah bangsa yang mengusung budaya saling hormat dan menghargai di tengah perbedaan agama, suku, ras dan golongan (SARA). Tetapi fakta dan praktik di lapangan, ternyata budaya toleransi bangsa kita masih rapuh dan sering dirusak oleh orang-orang yang kerdil dan sempit.
Fakta rapuhnya budaya toleransi di tengah kemajemukan bangsa Indonesia, terpotret dari dua kejadian yang membuat gaduh masyarakat Muslim Indonesia yang sedang menikmati Hari Raya Idul Fitri 2023 M setelah melakukan puasa Ramadhan 1444 hijriah.
Pertama, sebagian Kepala Daerah (Bupati Pekalongan/Wali Kota Sukabumi) menolak permohonan izin warga Muhammadiyah Sholat Idul Fitri di Lapangan, karena Sholat Idul Fitri Muhammadiyah tidak sama dengan Pemerintah. Padahal, lapangan itu milik bersama bukan milik satu golongan dan dibiayai hasil pajak semua masyarakat tanpa memandang perbedaan SARA.
Kedua, ancaman pembunuhan kepada semua warga Muhammadiyah oleh peneliti Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Andi P Hasanuddin, dikarenakan Muhammadiyah dianggap pembuat onar, pembangkang, karena tidak patuh dan berbeda dengan keputusan Pemerintah terkait penetapan 1 Syawal, Muhammadiyah 21/4/2023 Pemerintah 22/4/2023.
Editor : Arif Handono