Penyebab lain gangguan jiwa adalah karena faktor keturunan. Dengan catatan, pihak keluarga ODGJ berpotensi alami gangguan jiwa jika berada dalam satu rumah dan kurang memiliki kemampuan/ilmu terkait kesehatan jiwa untuk bekal dirinya sebagai perawat/caregiver serta untuk memberikan perlakuan yang tepat kepada ODGJ.
Sebagai wacana, semakin berkembang luasnya ilmu kesehatan jiwa di masyarakat, faktor keturunan lebih bisa diminimalisir dengan berbagai treatmen yang tepat oleh ahli kesehatan jiwa. Tentu ini kemajuan di dunia kesehatan jiwa yang sangat membanggakan.
Sederhananya, meski seseorang ada keturunan ODGJ sehingga berpotensi alami gangguan jiwa, namun jika lingkungan terdekatnya tidak memicu/memancing kesehatan jiwanya terusik, seperti merendahkan harga dirinya, memperlakukan tidak adil, memfitahnya, membuatnya tertekan, mem-bullynya, dan seterusnya, maka orang tersebut cenderung mampu berpikir, berucap dan berperilaku positif dan sehat. Jadi faktor lingkungan lebih dominan terhadap kesehatan jiwa seseorang.
Dari jumlah 2.146 orang ODGJ itu, sebanyak 1.725 orang di antaranya menjalani perawatan. Mereka rutin mengonsumsi obat sekaligus melakukan pertemuan dengan psikiatri.
"Konsultasi rutin psikiatri di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Ada juga yang di puskesmas, yakni Puskesmas Kademangan, Kesamben dan Srengat," ungkap Hyndra, Rabu (21/12/2022).
Jumlah ODGJ asal Kabupaten Blitar yang dirujuk ke rumah sakit jiwa Lawang Kabupaten Malang dan Menur Surabaya, diakui Hyndra cukup banyak.
Dia memang tidak menyebutkan jumlah total, namun kata dia rata-rata 2-3 orang per bulan. Hyndra juga mengatakan, banyak kendala penanganan ODGJ yang justru datang dari keluarga. Misalnya soal rujukan ke rumah sakit jiwa.
Tidak sedikit keluarga yang menolak anggota keluarganya dirawat di rumah sakit jiwa karena dibatasi waktu.
Editor : Arif Handono