Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang disahkan pada 4 Februari 2022 lalu menuai polemik. Musababnya, pada salah satu pasal disebutkan, manfaat JHT bagi peserta baru bisa dibayarkan jika pekerja sudah mencapai usia 56 tahun. Aturan ini sontak mendapat reaksi dari sejumlah pihak. Mulai dari para aktivis serikat pekerja hingga kalangan DPR. Pihak yang memprotes merasa bahwa uang iuran pekerja yang disimpan oleh BP Jamsostek itu merupakan hak pekerja. Sehingga, kapanpun dibutuhkan mestinya bisa cair sesegera mungkin. Apalagi, di masa pandemi seperti sekarang, banyak pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga JHT menjadi andalan untuk menutup biaya sehari-hari. Meminjam istilah Presiden Partai Buruh Said Iqbal, JHT adalah pertahanan terakhir pekerja yang mengalami PHK selama pandemi. Kisruh JHT ini juga menjadi pembahasan di media sosial, banyak mereka yang berkepentingan mengkritisinya. Bahkan, muncul petisi penolakan aturan tersebut yang hingga Minggu (13/2) pagi tercatat sudah ditandatangani 245.044 orang. Sejatinya, dikeluarkannya Permenaker No 2 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT yang menyebutkan dana JHT bisa dicairkan saat peserta berusia 56 tahun bukan tanpa alasan. Beleid itu sesunguhnya tidak berdiri sendiri. Pasalnya, ada kompensasi lain yang bisa didapatkan oleh pekerja yakni hadirnya rogram Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam bentuk uang tunai, pelatihan gratis ditambah akses lowongan kerja apabila pekerja terkena PHK. Masalahnya, kebutuhan mereka yang terkena PHK atau resign dari tempat kerjanya jelas berbeda-beda. Misalnya saja, tak jarang para mantan pekerja yang membuka usaha sendiri yang dalam kondisi seperti ini jelas-jelas memerlukan modal.
Dengan dicairkannya JHT pada usia 56 tahun, jelas ini sangat mengecewakan. Kebutuhan yang sudah di depan mata misalnya untuk membuka usaha mustahil bisa dipenuhi apabila mengacu pada aturan tersebut. Rasanya tidak mungkin misalnya seseorang yang resign di usia 35 tahun dan berniat buka usaha lalu harus menunggu sampai usia 56 tahun untuk mencairkan dana JHT-nya. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) bersikukuh bahwa Permenaker yang baru dikeluarkan itu sudah mempertimbangkan program jaminan sosial untuk para buruh tersebut. Adapun khusus JHT justru dikembalikan kepada fungsinya, yakni sebagai dana yang dipersiapkan agar pekerja di masa tuanya memiliki harta sebagai biaya hidup di masa sudah tidak produktif lagi. Kemnaker sendiri mengklaim Permenaker tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). UU tersebut mengamanatkan bahwa program JHT bertujuan untuk menjamin peserta menerima uang tunai pada saat memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Dengan demikian, pekerja memiliki tabungan ketika memasuki masa pensiun. Jika menilik runtutan aturan terkait JHT, Permenaker No 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dilandasi oleh UU No 40/2004. Artinya, secara konstitusional hal itu tidak melanggar. Maka, apabila ingin memprotes secara bijak, alangkah lebih elok aspirasi penolakan aturan JHT itu dilakukan melalui jalur konsitusi dalam melalui judicual review ke Mahkamah Konstitusi. Cara ini diyakini lebih elegan ketimbang misalnya harus melakukan unjukrasa yang belum tentu ditanggapi oleh pemerintah. Bagi pemerintah, kisruh Permenaker soal JHT ini juga harus menjadi cermin bagaimana cara mengelola ekspektasi masyarakat yang kini sedang berusaha bangkit akibat dampak pandemi. Jangan sampai, ada istilah sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah kehilangan nafkah karena PHK, ditambah lagi ada aturan yang sama sekali tidak diharapkan.
Ke depan, pemerintah juga harus semakin peka terhadap kondisi masyarakat yang tidak semuanya beruntung. Masih ada banyak yang berharap akan terjadinya peningkatan kesejahteraan termasuk mereka para buruh/ pekerja, yang menggantungkan hidupnya pada gaji bulanan. Jangan sampai juga ada anggapan dari masyarakat, kebijakan pencairan JHT di usia 56 tahun ini hanya untuk mengulur-ngulur waktu agar uang pekerja diputarkan terlebih dahulu untuk menutup kekurangan anggaran pemerintah.
Editor : Arif Handono