MALANG, iNewsmalang.id - Memanfaatkan limbah kulit yang terbuang dimanfaatkan oleh pengerajin wayang di Kota Malang. Darı limbah kulit itu diproduksi kejadian aneka karakteristik pewayangan mini, mulai darı Anoman, Punakawan, Dewi Shinta, Buto Cakil, hingga tokoh ksatria macam Gatotkaca.
Pengerjaan wayang mini ini dilakukan oleh Febri Aminanto di stan sederhananya di utara Taman Merjosari, Kota Malang. Febri dengan ketelitian dan cekatan membuat desain wayang mini. Proses awal pengerjaan diawali dengan pembuatan pola karakter wayang darı limbah kulit sapi yang dibuang.
Kemudian dari pola-pola itu dipotong dan digambar sesuai pakem karakternya. Pewarnaan karakter pewayangan dilakukan dengan kreasi si pengerajin dan permintaan konsumen yang memesan. Saat itu memang ia tengah mengerjakan pesanan darı pelanggannya, yakni karakter Punakawan.
Secara garis besar karakteristik wayang mini ini sama dengan wayang pada ukuran normal. Namun ada beberapa modifikasi darı sisi pewarnaan saja.
Febri Aminanto, pengerajin wayang mini menuturkan, ia sudah menggeluti kerajinan wayang sejak 2013 lalu. Awalnya ia menjual kerajinan wayang kulit ukuran normal, tapi beralih ke ukuran lebih kecil karena lebih laku.
Proses membuat wayang kulit mini
"Dulu juga pernah buat dari bahan kertas, tapi tidak bertahan lama. Karena khawatir ada cacatnya, entah itu sobek, atau kelipat, akhirnya buat dari bahan kulit limbah," ucap Febri Aminanto.
Febri membuat beberapa tipe wayang mini, baik yang jadi gantungan kunci dengan ukuran 9 sentimeter, berukuran 25 sentimeter yang digunakan untuk suvenir oleh-oleh atau mainan anak, hingga 35 sentimeter.
"Bentuk sesuai pakem, warna kreasi, kalau pahatan tidak main pahatan. Karakternya sama kayak wayang normal. Perbandingan sama wayang normal 1 banding 2," ucapnya.
Berbagai karakter wayang mulai dari satu set Punakawan, yang terdiri darı Semar, Garing, Petruk, Bagong, dan jenis ksatria pewayangan berupa Gatotkaca dan Werkudara, ia produksinya. Satu harinya biasanya satu karakter wayang berukuran mini itu biasanya ia selesaikan. Tapi bila pesanan banyak ia akan mengebutnya hingga mampu menyelesaikan dua wayang per harinya.
"Yang paling laku itu satu set Punakawan karakter itu ada empat wayang tadi, kalau ambil satu set biasanya ada, cuma kalau tersedia stoknya saja, kalau nggak biasanya ya susah. Tapi saya biasanya buat satu set Punakawan, kalau tidak ada pesanan darı pembeli," tuturnya.
Terkadang dadi satu set wayang karakter Punakawan itu memang disebutnya, ada yang laku satu karakter saja, atau dua karakter. Makanya hal ini yang membuat terkadang karakteristik wayang Punakawan, ada kalanya ada, ada kalanya tidak.
"Kalau untuk karakter lainnya kayak Dewi Sinta, Batara Wisnu, Gunungan, Anoma. Ini lagi buat karakter Dewi Sinta, ada yang pesan," ungkap dia.
Satu wayang mini dijual bervariasi mulai darı Rp 10 ribu untuk ukuran 9 sentimeter yang biasanya digunakan sebagai gantungan kunci dan harga Rp 35 ribu untuk wayang ukuran 35 sentimeter, dengan sebulan mampu memproduksi 25 - 30 buah.
Perlahan-lahan usaha kerajinannya mulai menuai hasil. Wayang mininya diminati sejumlah kalangan mulai darı anak-anak hingga dewasa, untuk kalangan dewasa. Bagi kalangan dewasa biasanya kerajinan wayang mini itu digunakan untuk suvenir pernikahan, serahan nikah, hingga buah tangan.
"Kalau untuk suvenir pernikahan atau serahan itu biasanya untuk karakter Rama Sinta. Itu yang sering untuk mahar pernikahan, di pigura, tapi variasinya beda-beda, biasanya bajunya beda, warnanya beda," tuturnya.
"Pembelinya biasanya darı warga Malang raya sini, ada darı Kalimantan, atau luar Malang, biasanya yang ke Malang, terus tahu wayang mini. Jadi sekalian untuk oleh-oleh, kalau untuk penjualan online belum, selama ini offline dan Alhamdulillah ada terus," imbuhnya.
Meski sudah laris manis, ada sejumlah kendala yang dialami oleh Febri, salah satunya tak mampu memproduksi wayang mini dalam bentuk banyak. Ketiadaan pekerja atau dia sendiri yang memproduksi, menjadikan tak mampu menerima pesanan dalam jumlah banyak satu waktu.
"Yang utama karena belum bisa produksi banyak, terkendala promosi belum bisa, karena belum mampu menerima pesanan banyak, makanya belum bisa promosi besar. Makanya lakunya itu nggak pasti jumlahnya, tapi memang ada saja yang beli," jelasnya.
Pandemi Covid-19 juga sempat membuat usahanya kembang-kempis, sebab beberapa mitra promo dan reseller yang biasanya menjembatani produknya sudah beralih tak lagi menjual produk wayang mininya. Hal itu menjadikannya kesulitan mengakses informasi untuk penjualan secara konsisten.
"Tapi Alhamdulillah selama ini ada saja yang beli, kalau pas lagi sepi pesanan, saya produksi kayak gini untuk stok kalau ada yang beli," ujarnya.
Ia berharap usaha kerajinan pewayangan mini mampu berkembang. Apalagi secara persaingan barang ia harus bersaing dengan wayang mini produksi darı Yogyakarta, yang secara kualitas dinilainya di bawahnya.
"Tapi kalau wayang mini Yogya itu harganya lebih mahal. Terus pakemnya beda sama kayak wayang buatan saya, kalau saya pakem Solo badannya lebih ramping, kalau pakem Jogja itu lebih gemuk wayangnya," pungkasnya.
Editor : Avirista Midaada