MALANG, iNewsMalang.id – Sergio Silva selaku Bek Arema FC cerita suasana horor usai 5 jam tertahan di ruang ganti Kanjuruhan. Defender asal Portugal itu melihat koridor yang penuh darah. Insiden mengerikan terjadi usai laga Arema FC kontra Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022). Singo Edan kalah 2-3 dan membuat Aremania mengamuk.
Aremania merangsek masuk ke lapangan setelah laga usai. Aksi tersebut langsung membuat pihak keamanan bertindak untuk meredam ratusan suporter yang masuk ke dalam lapangan.
Kondisi diperparah setelah pihak keamanan menembakkan gas air mata ke tribune penonton. Hasilnya para suporter yang berada di tribune menjadi panik, Mereka berdesak-desakan untuk bisa keluar dari stadion. Banyak dari mereka yang terinjak-injak hingga tewas. Silva menceritakan apa yang dialami olehnya di lokasi kepada media Portugal yaitu A Bola.
Bek berusia 28 tahun itu mengungkapkan awalnya dia dan para pemain seperti biasa ingin menghampiri suporter sebagai bentuk penghormatan atas dukungan yang diberikan kendati menelan kekalahan. Namun ketika banyak pendukung yang masuk ke dalam lapangan, dia dan para pemain lainnya akhirnya memilih untuk segera masuk ke ruang ganti.
“Ini adalah derby yang sebanding dengan FC Porto-Benfica. Ini pertandingan yang membuat stadion penuh. Namun karena bisa menimbulkan risiko, kehadiran suporter Persebaya tidak diperbolehkan. Kami tidak pernah berpikir bisa sampai seperti ini,” kata Silva, dikutip dari A Bola, Senin (3/10/2022).
“Meski kalah, kami akan berjalan-jalan di sekitar stadion untuk menghormati para penggemar, langkah itu terbatas pada pertemuan di tengah lapangan. Kami menerima indikasi dengan beberapa penggemar di lapangan, saya pikir banyak yang datang untuk memberi dukungan dan bukan untuk menyerang, tetapi lebih baik pergi ke ruang ganti,” lanjutnya.
Silva mengungkapkan kalau skuad Singo Edan berlindung di ruang ganti selama berjam-jam. Hingga akhirnya, kejadian mencekam mulai terjadi ketika para penonton mulai berteriak. Dia mengaku melihat banyak darah di koridor dan melihat langsung suporter yang sudah tidak bernyawa.
"Kami menghabiskan empat atau lima jam di ruang ganti, dibarikade dengan meja dan kursi untuk menahan pintu. Kami hanya merasa sedikit aman! Kami tidak mengetahui apa-apa, ada banyak kebisingan, keributan dan jeritan di koridor. Kami tidak tahu apakah orang-orang meneriaki kami atau karena tertekan. Hingga sampai pada titik di mana Anda bisa mengatakan itu (teriakan) karena penderitaan,” ungkapnya.
“Orang-orang putus asa, mereka telah melihat orang mati dan mencoba melarikan diri. Kami akhirnya membiarkan beberapa dari orang-orang ini. Semua orang tewas dan terluka telah dievakuasi. Beberapa telah meninggal di dekat tempat mandi. Kami juga tahu bahwa kerabat salah satu asisten kami telah meninggal,” sambungnya.
Lebih lanjut, Silva mengungkapkan kalau itu merupakan kejadian mengerikan itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan sepak bola. Menurutnya, tragedi mengerikan di Stadion Kanjuruhan itu bukan karena rasa ketidakpuasan para pendukungnya melainkan bentrokan dengan pihak keamanan.
“Saya hanya bisa menyebutkan skenario mengerikan, kehancuran, perang, mobil polisi terbakar, semuanya rusak, koridor dengan darah, sepatu orang-orang. Tidak ada hubungannya dengan sepak bola. Ada ketidakpuasan dengan kekalahan itu, tetapi saya pikir sebagian besar suporter bereaksi terhadap polisi, dan situasi menjadi tidak terkendali. Polisi juga akan berusaha membela diri. Situasinya sulit,” pungkas Silva.
Editor : Arif Handono