BOJONEGORO, iNewsMalang.id – Menyambut Hari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 2022, Tim iNews Malang mempersembahkan kisah-kisah inspiratif dari beberapa kawula muda yang layak dijadikan inspirasi. Salah satunya, Ahmad Diki Rohmandhoni S.Si.
Diki berasal dari desa Palembon, kecamatan Kanor, kabupaten Bojonegoro, Jawa timur. Lahir pada 4 Desember 2000 merupakan anak pertama dari 2 bersaudara di tengah keluarga yang sederhana meski kedua orang tuanya masih utuh.
“Bapak bekerja sebagai penjual jajan atau snack. Jadi penghasilan sebulan kurang dari satu juta dan ibu saya ibu rumah tangga,”
Melalui perjuangan dan proses yang panjang , akhirnya Diki mampu Lulus S1 fakultas sains dan teknologi UIN Maliki Malang tahun ini. Menariknya, Diki justru lebih memilih mengabdi di Pondok Pesantren Attanwir Talun, Sumberrejo, Bojonegoro yang diasuh oleh K.H Ahmad Fuad Sahal, setelah menyandang Sarjana Sains (S.Si). Hal itu tidak menyurutkan perjuangannya meraih cita-cita menjadi ilmuwan muslim. Sekedar catatan, Kiyainya Diki, K.H Sadzili Imron merupakan saudara dari pengasuh pondok.
Ibarat napak tilas, Diki mengaku masuk kuliah lewat jalur SNMPTN tanpa beasiswa/bidik misi. Parahnya lagi, awalnya tak mengetahui jika di UIN Maliki Malang ada asrama, “Jadi bayarnya dobel UKT tiga juta setengah dan Ma'had tujuh juta setengah. Awalnya berat masuk di UIN Malang tapi karena tekad ingin kuliah di Universitas Negeri,” jelasnya
“Jadi tahun sebelumnya saya sudah nabung dan ngelesi (Bimbel) sama ngajar ngaji, alhamdulillah bisyaroh (gaji) tersebut bisa saya gunakan untuk membayar uang kuliah dan ortu tinggal memberikan uang saku sama nambah-nambahi gitu,” lanjutnya.
Perkenalan asrama/pondok (ta'aruf ma'had) oleh seluruh musyrif (pengurus) pusat kepada mahasiswa baru santri (mahasantri) di UIN Maliki Malang
Labih lanjut Diki memaparkan, Di semester 2 masih di bantu orang tua untuk kebutuhannya, tapi di semester 3 sudah bisa mandiri karena dia ingin mengabdi apalagi punya label dulunya santri, maka dia mendaftar jadi musyrif (pengurus dan pendamping mahasiswa santri/mahasantri) di pusat Ma'had (asrama/pondok) Al-Jamiah Al-Aly, UIN Malang.
“Alhamdulillah dengan kemampuan bahasa Arab saya, akhirnya keterima sebagai musyrif dengan benefit bisyaroh (gaji) tiap semester satu juta dan free tempat tinggal juga makan,” ungkapan syukurnya
Pemuda yang hobbynya baca, nulis, dan membahas ilmu keagamaan ini, mulai mengingat saat masa akhir di Madrasah Aliyah (MA) Islamiyah Attanwir.
Menurutnya, kebetulan di kabupaten Bojonegoro mengadakan beasiswa, namanya beasiswa scientist dan dia bersyukur karena IP (Indeks Prestasi) -nya memenuhi syarat sehingga lolos seleksi beasiswa tersebut sampai sekarang. Jadi uang UKT sudah ditanggung oleh Disdik kabupaten.
Tak dipungkiri semua kemudahan itu tak bisa lepas dari keaktifan Diki di kampus, diantaranya PMII, Senat mahasiswa universitas sebagai Staf ahli komisi-A bag pendidikan dan aspirasi mahasiswa, HMj Astrolab Fisika, Upkm El- Ma'rifah dan Musyrif pusat ma'had Al-Jamiah Al-Aly.
Alasannya masuk UIN, “Dulu UIN Malang adalah UIN nomor satu di Indonesia. Selain itu banyak ustadz dan kakak senior saya berada di UIN Malang. Rektor UIN, Prof Zainuddin juga alumni dari pondok kami jadi biar bisa berkembang bersama,”
Disinggung soal pasangan, “Kulo nderek yai mawon, mboten wantun aneh-aneh.” (Saya taat kiyai saja, tidak neko-neko) tegasnya.
“Cinta memang penting tapi tidak dilandasi dengan maksiat sebagaimana nasehat kiyai. Memperbaiki diri adalah langkah awal untuk mendapatkan jodoh yang tepat karena orang yang baik akan disandingkan dengan yang baik begitu juga sebaliknya,” argumennya.
Lebih lanjut, Diki mengungkapkan alasanya menjadi muda tanpa gengsi taat beragama, “Mumpung masih muda, masih kuat. Kalau sudah tua, mungkin hanya sebatas keinginan saja, kondisi tubuh sudah tak mampu,”
Tanggapan dan harapan Diki terkait fenomena kaum muda sekarang, “Memang tidak bisa dipungkiri, hari-hari kita selalu dihadapkan dengan tekhnologi dan dunia virtual yang sangat bebas dan terbuka, namun alangkah baiknya jika kemudahan dan ke aktualan tekhnologi dan media massa tersebut digunakan secara bijaksana,”
Diki berpendapat, dengan memilah dan memilih mana yang sesuai dan mampu menunjang kemaslahatan orang banyak. Misalnya WhatsApp, menggunakan aplikasi tersebut dengan baik yaitu sebagai media belajar atau silaturahmi, “Bijak tidaknya kita menggunakan teknologi adalah cerminan atitude dan pendidikan yang diperoleh.Dengan dua pondasi tersebut, kiranya pemuda sekarang akan lebih bijaksana jika mau menerapkan,”
“Karena apapun itu kalau toh tidak digunakan dengan porsi dan tujuan yang benar pasti akan menuai kemudlaratan,” alasannya.
Terakhir, Diki berpesan kepada kaum muda yang putus asa karena keterbatasan ekonomi orang tuanya, bahwa niat, usaha, tekun dan berdoa mampu mengalahkan rasa putus asa untuk mewujudkan impian kaum muda.
“Rezeki dari Allah. Kalau manusia punya niat, tekun dalam berdoa serta ikhtiar insyaallah pasti semua di mudahkan. Kalau kata Kiyai, min haitsu la yahtasib,” pungkasnya.
Editor : Arif Handono