JAKARTA, iNewsMalang.id - Sejumlah kejanggalan kasus pembunuhan Brigadir J diungkap oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). LPSK heran dengan bersikukuhnya tersangka Putri Candrawathi (PC) beserta suaminya, tersangka Ferdy Sambo (FS) yang menyatakan Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) melakukan pelecehan seksual di Magelang.
Diketahui, dalam rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J pada skenario di Magelang, ada dugaan yang menyatakan Yosua melakukan pelecehan seksual terhadap PC.
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu mengungkapkan, jika memang ada dugaan pelecehan seksual dari Yosua, lembaganya mempertanyakan dua unsur yang biasanya ada dalam kasus pelecehan seksual.
Edwin menyampaikan berdasarkan keterangan rekonstruksi, tidak terpenuhinya dua unsur dalam tindakan pelecehan seksual tersebut malah menjadi janggal.
"Pertama, biasanya pelaku memastikan tidak ada saksi, ini peristiwanya di rumah Ibu PC, di situ ada KM dan ada S, Susi (ART)," jelas Edwin saat dikonfirmasi wartawan, Senin (5/9/2022).
Kemudian Edwin menyampaikan, unsur kedua yang tidak terpenuhi tersebut adalah adanya relasi kuasa antara OC dengan Brigadir J. "Kemudian yang kedua, soal relasi kuasa karena posisi Yosua adalah bawahan dari ibu PC atau dari FS.
Jadi terlalu apa ya, nekat. Kalau itu terjadi nekatnya banget ya, dan sebenarnya dari posisi ibu PC masih bisa melakukan perlawanan secara normal umumnya ya, kan itu tidak ada," terang Edwin.
Edwin juga menyampaikan, untuk kaitan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Yosua di Magelang terhadap PC, justru semakin memperkuat keganjilan yang dirasakannya. "Ketika di Magelang itu PC masih tanya kepada RR di mana Yosua. Kalau dia korban, dia menanyakan pelaku (jadi) agak unik, Yosua juga masih menghadap ke PC di kamarnya," ungkapnya.
"Ini kan tergambar di rekonstruksi, bayangkan saja bagaimana kok korban dari kekerasan seksual masih bertanya tentang pelakunya dan masih bisa bertemu dengan pelakunya secara fisik di ruang pribadinya yang merupakan tempat peristiwa dugaan itu," jelas Edwin.
Edwin, yang lembaganya sering menerima permohonan perlindungan bagi korban kekerasan dan pelecehan seksual, mengaku heran dengan kontradiksi fakta yang ada di rekonstruksi tersebut.
Baginya, jika PC mengaku sebagai korban pelecehan seksual, mengapa dirinya masih membiarkan Brigadir J tinggal di rumahnya pasca dugaan peristiwa Magelang.
"Jadi itu juga menurut saya agak ganjil, karena bayangannya secara umum tentu kan yang mengalami kekerasan seksual akan mengalami trauma, depresi atau tidak mau bertemu, berkomunikasi dengan pelaku," tuturnya.
"Kemudian Yosua masih satu rumah dengan PC di tanggal 7 dan 8 Juli masih di rumah itu, Yosua masih tinggal menginap di rumah itu. Itu rumahnya kalau kita pakai pendekatan kekerasan seksual itu rumahnya korban, korban punya kekuasaan, kok korban masih bisa tinggal bersama pelaku," lanjut Edwin.
Edwin pun menegaskan, padahal PC secara relasi kuasa di atas Brigadir J yang notabene hanya ajudan dari suaminya, FS. Terlebih, PC adalah istri dari Kadiv Propam yang notabene mendapatkan hak istimewa jika mengadukan dugaan kriminal yang diterimanya kepada jajaran kepolisian.
"Kemudian yang lainnya itu kan peristiwa terjadi di Magelang, dugaan peristiwa itu, kenapa tidak dilaporkan ke polisi? Kalau ini benar, yang jadi korban kan istri Jenderal Polisi, kalau dia telepon Polres, Polresnya yang datang.
Dia (PC) enggak perlu datang ke Polres. Polisi akan datang ke rumahnya, enggak perlu sibuk-sibuk untuk datang ke kantor polisi," ucap Edwin.
Editor : Arif Handono