MALANG, iNewsMalang.id – Widi Sugiarti, wanita tangguh yang biasa dipanggil Widi ini, selain sibuk mengurus keperluan rumah tangga juga aktif dengan segudang visi kemanusiaan. Widi aktif sebagai ketua harian Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS), koodinator Omah Difabel, divisi Pemberdayaan (Malang), koordinator Program Desa Inklusi Bebas Kusta (Pasuruan), pendamping Tim Khusus (Timsus) Difabel Pendaki Gunung Kabuapaten Malang.
Istri dari Kertaning Tyas (Ken) ini lahir di Sukaraja, 10 Mei 1978 dan telah dianugrahi 2 anak (putra dan putri) yang cerdas dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Tak heran, hal tersebut merupakan hasil pola asuh yang tepat dengan menjunjung tinggi nilai dan visi kemanusiaan sebagaimana prinsip hidup kedua orang tuanya. Ken, panggilan akrab suami Widi, merupakan pemimipin organisasi Lingkar Sosial Indonesia yang kinerjanya riil, konsisten serta membawa manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan. Ken bagi seorang Widi adalah sosok guru, teladan, fasilator sekaligus motivator. Widi senantiasa berusaha melibatkan anak dan suaminya untuk mewujudkan visi sosialnya di samping mengupayakan keterlibatan warga sekitar. “Awalnya warga sekitar tidak tahu, menjadi tahu bahkan telah tumbuh rasa memiliki akan kegiatan kami dan turut berjuang,” tuturnya, Jumat (22/4/2022).
“Saya gemar mendaki gunung dan kegiatan sosial pemberdayaan,” lanjut Widi. Hobby tersebut telah menjadikannya mampu menikmati hidupnya dengan tepat serta manfaat. Semua itu dia lakukan karena terinspirasi dari salah satu nilai kehidupan yang ditinggalkan oleh RA Kartini. Nilai itu adalah Mencintai bangsa Indonesia khususnya kaum perempuan. “Sepi ing pamrih rame ing gawe, artinya bekerja sosial tanpa pamrih adalah motto hidup saya,” tegasnya. Sebab itu, Widi bercita-cita Menciptakan dunia yang inklusif tanpa stigma dan diskriminasi.Meski untuk mewujudkan itu, Widi merasa ada kendala dari pihak sasaran visinya. Mereka adalah para penyandang disabilitas dengan segala keterbatasan dan kebutuhannya untuk survive.
“Kendalanya yaitu self stigma penyandang disabilitas. Self stigma adalah pendangan negatif terhadap diri sendiri, misal merasa tidak layak dan tidak mampu,” tuturnya. Namun kendala tersebut tidak menjadikannya merasa putus asa dan gagal. Terbukti selama 8 tahun (2014 – sekarang) dia tetap konsisten dengan visinya bahkan semakin meningkat agenda kegiatannya yang memiliki sekretariat di Jl. Yos Sudarso RT 4 RW 7 Dusun Setran, Desa Bedali, Kec. Lawang, Kabupaten Malang.
Widi menyampaikan tujuannya aktif terlibat di kegiatan sosial adalah sebagai upaya penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas serta memperjuangkan kesetaraan dan kesempatan perempuan di berbagai bidang. Demi hal tersebut Widi rela menyumbangkan waktu, pikiran, tenaga dan materi. Ada manfaat kehidupan yang dirasakan Widi. "Kebahagiaan lahir batin serta rejeki yang barokah. Hal itu ditandai dengan keluarga yang sehat serta mampu berbagi manfaat dengan orang lain," tuturnya. Dia berharap, perjuangannya untuk masyarakat penyandang disabilitas bisa mandiri, berdaya, serta setara dengan warga negara lainnya dalam kesempatan dan pemenuhan hak-haknya.
Tanggapan terhadap Fenomena Perempuan Muda Sekarang
Menurut Widi, Anak-anak perempuan saat ini lebih dekat dengan gadget daripada buku dan alam. Hal ini memprihatinkan. Orang tua kerap kali tidak bisa mengontrol penggunaan gadget anak. Dia berharap para perempuan memiliki jiwa sosial yang dipraktekkan melalui aksi nyata di masyarakat. Dia memberikan tips kepada semua perempuan agar tetap menjaga nilai-nilai yang diajarkan RA Kartini. “Percaya kepada Tuhan YME bahwa hal baik akan berbuah baik, perbanyak aksi daripada bicara, ini menumbuhkan semangat dan dukungan lingkungan. Libatkan keluarga dalam kegiatan sosial. Mereka akan merasa memiliki kegiatan tersebut dan memberikan dukungan,” pungkasnya. iNews Malang
Editor : Arif Handono