JAKARTA, iNewsMalang.id – Bahaya Minuman Keras (Miras) sebenarnya sudah tertulis dalam berbagai sejarah. Salah satunya adalah sejarah kejatuhan kerajaaan Singasari yang bisa dihancurkan oleh seorang adipati keturunan Kediri yang bertahta di Gelang-Gelang Madiun Selatan. Tepatnya saat ini ada di Desa Gelang Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun.
Kejayaan Kerajaan Singasari berakhir setelah serangan Jayakatwang. Raja Kertanegara yang memimpin Kerajaan Singasari saat itu tak kuasa menghadapi serangan pemberontakan dari Kediri ini. Ketidakmampuan Kertanegara menghadapi serangan ketiga kalinya ini karena sedang menggelar ritual mabuk minuman keras (miras).
Dikisahkan dalam buku 'Hitam Putih Ken Arok dari Kejayaan hingga Keruntuhan' yang ditulis Muhammad Syamsuddin, Kertanegara dan Jayakatwang adalah saudara sepupu, sekaligus ipar dan besan. Dia menyerang Kerajaan Singasari lantaran dendam penaklukan Kediri oleh Singasari. Pemberontakan Jayakatwang diawali dari salah seorang pejabat yang sempat dimutasi oleh Kertanegara yakni Arya Wiraraja. Arya Wiraraja yang saat itu menjadi adipati atau Bupati Sumenep memprovokasi Jayakatwang untuk melakukan pemberontakan.
Arya Wiraraja memengaruhi Jayakatwang dengan mengatakan kalau dia merupakan keturunan terakhir dari Kertajaya yang memerintah Kerajaan Kediri, sebelum akhirnya dikalahkan Ken Arok, leluhur Kertanegara. Bahkan, Jayakatwang sendiri “dibuang” dengan ditempatkan di wilayah kecil, Kadipaten Gelang-Gelang sebelah barat gunung Wilis, semakin jauh dari pusat Kediri. Gelang-Gelang sendiri tepatnya saat ini ada di sebuah Dusun bernama Gelang, Desa Glonggong Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun sebelah selatan.
Provokasi Arya Wiraraja ini dilakukan karena ia merasa sakit hati akibat dimutasi menjadi adipati Sumenep yang membuat dirinya keluar dari istana Kerajaan Singasari. Jayakatwang yang terpengaruh pun akhirnya menyusun kekuatan untuk menyerang Kertanegara. Pasukan Jayakatwang saat itu dipimpin oleh Jaran Guyang bergerak menyerang Singasari dari utara. Sementara Patih Kebo Mundarang dari sisi selatan.
Menghadapi serangan Jayakatwang ternyata membuat pemerintahan Kerajaan Singasari kewalahan. Kekuatan militer Kerajaan Singasari disinyalir berkurang jauh lantaran banyak pasukan yang dikirimkan ke luar Jawa untuk memperluas kekuasaan. Sebagai upaya untuk menghadapi pemberontakan ini, Kertanegara mengutus kedua menantunya, Raden Wijaya Putra Lembu Tak, dan Ardharaja yang merupakan putra Jayakatwang untuk melakukan perlawanan. Tetapi kekuatan keduanya mungkin sangat lemah dibandingkan kekuatan Kediri.
Tak hanya itu, ikatan emosional antara Ardharaja dengan sang ayah Jayakatwang membuat pilihannya tak mungkin berpihak ke Kertanegara. Alhasil, Ardharaja yang seharusnya diutus melawan Kediri, balik menyerang Raja Kertanegara di Singasari.
Jayakatwang cukup cerdik dalam mengelola strategi perang. Awalnya, pasukan Jaran Guyang hanya untuk pancingan untuk mengosongkan ibu kota. Dengan kehadiran pasukan Jaran Guyang, maka seluruh pasukan Singasari yang berjaga akan keluar dari istana. Pasukan yang berada di dalam istana pun menjadi kosong. Dengan kekosongan itu, pasukan Patih Kebo Mundarang bisa masuk dari sisi selatan untuk menduduki istana Kerajaan Singasari. Ironisnya, dikisahkan saat penguasaan istana Kerajaan Singasari ini Kertanegara tengah mengadakan pesta miras sebagai salah satu ritual agama yang dianutnya. Dalam kondisi mabuk dan tak siap, Kertanegara langsung keluar menghadapi serangan musuh. Saat itu pula dengan tanpa kekuatan dan keamanan pasukan yang memadai, Singasari berhasil ditaklukkan oleh Jayakatwang. Pemberontakan ini mengakhiri hidup Kertanegara yang tewas dibunuh oleh Jayakatwang, setelah bersekongkol dengan para mantan anak buah Kertanegara seperti Arya Wiraraja, Mpu Raganata, Patih Kebo Anengah, Panji Angragani, dan Wirakreti. Selain itu, kekuasaan Kerajaan Singasari pun akhirnya runtuh seiring dengan tewasnya Kertanegara.
Editor : Arif Handono